Saya meletakkan buku kas keuangan bulanan berwarna biru itu diatas meja. Disitu tercatat rapi pengeluaran harian kami selama sebulan yang telah lalu dan juga projection pengeluaran biaya Rumah Tangga bulan depan. Gak mau kan akhir bulan, susah hang out karena dompet udah menipis? Atau terpaksa ngutang karena salah perencanaan? (amit-amit deh). Buat saya mencatat pengeluaran dan membuat perencanaan belanja itu membantu sekali agar cash flow keluarga tidak kebobolan.
Saya berjalan menjauhi meja ketika sebuah suara hangat di dalam hati memanggil untuk membuka catatan keuangan itu lagi. Antara bimbang dan ragu, akhirnya saya mengambil lagi buku tersebut dan duduk di pinggir ranjang. Tangan saya membuka kembali projection keuangan untuk bulan depan. Di kolom Debet tertulis jumlah gaji suami dan jumlah gaji saya, serta income-income tambahan lainnya. Sementara di kolom kredit berderet-deret tertulis prediksi pengeluaran yang akan kami lakukan. Juga sejumlah rupiah, yang besarnya 10% dari total penghasilan. Jadi setiap bulan, kami memberikan ucapan syukur kepada gereja sebanyak 10% dari total penghasilan kami. Hal itu dinamakan perpuluhan (atau beberapa denominasi gereja menyebutnya persepuluhan). Bukankah dalam setiap berkat yang diberikan Tuhan kepada kita, maka ada hak-hak orang lain juga di dalam situ?
“Khusus untuk bulan ini, berikan lebih dari 10% dari total penghasilanmu untuk perpuluhan.” Sebuah suara hangat di sanubari berkata. Saya diam tertegun, gundah.
“Tapi bulan depan kami harus membayar pajak tahunan, harus servis mobil, ada beberapa hal yang jatuh tempo pembayaran juga, harus ini, harus itu. Jikalau kami memberikan lebih dari 10% bagaimana dengan biaya-biaya itu? Bisa-bisa bulan depan kami tidak menyisihkan uang untuk tabungan” Tanya saya dengan sedikit mengiba.
Tapi suara itu terus menggelitik. “Beri.. Ayo berikan lebih dari biasanya.”
Malam itu sepulang dari kantor, saya ajak suami berbincang. And I am so proud of my husband! Suami saya bukan orang yang pelit atau penuh perhitungan. Ia setuju kami memberikan persembahan ucapan syukur lebih besar dari biasanya, walau itu artinya bulan depan kami tidak punya budget untuk ditabung. Saya merombak ulang projection keuangan kami. Dikolom pengeluaran, instead of 10%, saya menuliskan sejumlah uang yang kalau ditotal adalah 20% dari penghasilan kami. Saya memangkas pengeluaran untuk membeli buku dan budget kongkow-kongkow, megalihkan uang yang untuk ditabung untuk membayar pajak dan servis mobil. Saya berhitung ulang sehingga bisa tersedia 20% dari total penghasilan untuk perpuluhan. Jumlahnya lumayan besar buat kami. Ya kalian bayangkan saja total 20% dari penghasilanmu tidak dinikmati. Dan engkau harus hidup dari sisa 80% penghasilanmu padahal pengelu`ranmu lagi banyak-banyaknya diluar kebiasaan rutin bulanan! Tapi entahlah, setelah menuliskan komitmen tersebut, bukannya kuatir akan kekurangan, hati saya malah senang. Dapat saya rasakan, lengkung senyum bahagia tersungging di bibir . Saya tidur dengan tenang.
***
Perpuluhan adalah memberikan minimal 10% dari total penghasilan kita sebagai ucapan syukur. Giving what’s rightly belonging to God.
Saya sudah lupa akan perpuluhan yang 20 % itu ketika saya menerima telepon dari atasan yang memberikan project baru dikantor. Lalu ada beberapa telepon lagi yang menyatakan hal yang sama. Dan telepon-telepon itu tidak berhenti berdering. Lalu ketika saya menjumlahkan nominal hasil dari kerja sama tersebut, jumlahnya adalah 9x lebih besar dari apa yang akan kami persembahkan di bulan depan! Saya terheran-heran… Bahkan sebelum saya memberikan uang persembahan tersebut, bahkan disaat saya baru menorehkan komitmen untuk memberi lebih saja, Tuhan sudah menggantinya berlipat-lipat kali ganda. Benar yang dikatakan, dimana hatimu berada disitulah hartamu berada. Saya percaya bukan karena saya memberikan uang lebih maka Tuhan membalas memberkati saya dengan uang juga. Memangnya Tuhan itu pancingan? Persembahkan sedikit uang ke gereja biar diberkati lebih besar lagi? Ah tidak. Saya percaya Tuhan melihat hati, melihat ketaatan dan ketundukan hati. Disaat saya kekurangan, malah disuruh memberi lebih ke gereja dan kami taat. Saya percaya Tuhan melihat itu. Lagian, berkat itu gak selalu harus kembali dalam bentuk uang kan? Kesehatan, damai sejahtera atau ketenangan hati, itu adalah berkat juga.
Ketika akhirnya bulan lalu saya menerima honor project tersebut, suara hangat itu bicara lagi, “ini buah ketaatanmu” dan mata saya kabur dengan air mata syukur.
Apakah hari ini ada pesan khusus yang ditaruh di sanubarimu?
Saya berjalan menjauhi meja ketika sebuah suara hangat di dalam hati memanggil untuk membuka catatan keuangan itu lagi. Antara bimbang dan ragu, akhirnya saya mengambil lagi buku tersebut dan duduk di pinggir ranjang. Tangan saya membuka kembali projection keuangan untuk bulan depan. Di kolom Debet tertulis jumlah gaji suami dan jumlah gaji saya, serta income-income tambahan lainnya. Sementara di kolom kredit berderet-deret tertulis prediksi pengeluaran yang akan kami lakukan. Juga sejumlah rupiah, yang besarnya 10% dari total penghasilan. Jadi setiap bulan, kami memberikan ucapan syukur kepada gereja sebanyak 10% dari total penghasilan kami. Hal itu dinamakan perpuluhan (atau beberapa denominasi gereja menyebutnya persepuluhan). Bukankah dalam setiap berkat yang diberikan Tuhan kepada kita, maka ada hak-hak orang lain juga di dalam situ?
“Khusus untuk bulan ini, berikan lebih dari 10% dari total penghasilanmu untuk perpuluhan.” Sebuah suara hangat di sanubari berkata. Saya diam tertegun, gundah.
“Tapi bulan depan kami harus membayar pajak tahunan, harus servis mobil, ada beberapa hal yang jatuh tempo pembayaran juga, harus ini, harus itu. Jikalau kami memberikan lebih dari 10% bagaimana dengan biaya-biaya itu? Bisa-bisa bulan depan kami tidak menyisihkan uang untuk tabungan” Tanya saya dengan sedikit mengiba.
Tapi suara itu terus menggelitik. “Beri.. Ayo berikan lebih dari biasanya.”
Malam itu sepulang dari kantor, saya ajak suami berbincang. And I am so proud of my husband! Suami saya bukan orang yang pelit atau penuh perhitungan. Ia setuju kami memberikan persembahan ucapan syukur lebih besar dari biasanya, walau itu artinya bulan depan kami tidak punya budget untuk ditabung. Saya merombak ulang projection keuangan kami. Dikolom pengeluaran, instead of 10%, saya menuliskan sejumlah uang yang kalau ditotal adalah 20% dari penghasilan kami. Saya memangkas pengeluaran untuk membeli buku dan budget kongkow-kongkow, megalihkan uang yang untuk ditabung untuk membayar pajak dan servis mobil. Saya berhitung ulang sehingga bisa tersedia 20% dari total penghasilan untuk perpuluhan. Jumlahnya lumayan besar buat kami. Ya kalian bayangkan saja total 20% dari penghasilanmu tidak dinikmati. Dan engkau harus hidup dari sisa 80% penghasilanmu padahal pengelu`ranmu lagi banyak-banyaknya diluar kebiasaan rutin bulanan! Tapi entahlah, setelah menuliskan komitmen tersebut, bukannya kuatir akan kekurangan, hati saya malah senang. Dapat saya rasakan, lengkung senyum bahagia tersungging di bibir . Saya tidur dengan tenang.
***
Perpuluhan adalah memberikan minimal 10% dari total penghasilan kita sebagai ucapan syukur. Giving what’s rightly belonging to God.
Saya sudah lupa akan perpuluhan yang 20 % itu ketika saya menerima telepon dari atasan yang memberikan project baru dikantor. Lalu ada beberapa telepon lagi yang menyatakan hal yang sama. Dan telepon-telepon itu tidak berhenti berdering. Lalu ketika saya menjumlahkan nominal hasil dari kerja sama tersebut, jumlahnya adalah 9x lebih besar dari apa yang akan kami persembahkan di bulan depan! Saya terheran-heran… Bahkan sebelum saya memberikan uang persembahan tersebut, bahkan disaat saya baru menorehkan komitmen untuk memberi lebih saja, Tuhan sudah menggantinya berlipat-lipat kali ganda. Benar yang dikatakan, dimana hatimu berada disitulah hartamu berada. Saya percaya bukan karena saya memberikan uang lebih maka Tuhan membalas memberkati saya dengan uang juga. Memangnya Tuhan itu pancingan? Persembahkan sedikit uang ke gereja biar diberkati lebih besar lagi? Ah tidak. Saya percaya Tuhan melihat hati, melihat ketaatan dan ketundukan hati. Disaat saya kekurangan, malah disuruh memberi lebih ke gereja dan kami taat. Saya percaya Tuhan melihat itu. Lagian, berkat itu gak selalu harus kembali dalam bentuk uang kan? Kesehatan, damai sejahtera atau ketenangan hati, itu adalah berkat juga.
Ketika akhirnya bulan lalu saya menerima honor project tersebut, suara hangat itu bicara lagi, “ini buah ketaatanmu” dan mata saya kabur dengan air mata syukur.
Apakah hari ini ada pesan khusus yang ditaruh di sanubarimu?