Subscribe:

Pages

Status “Atheist” di Facebook Berbuah Ancaman Penjara

Ini adalah salah satu kasus ketika seorang bernama Alexander An, seorang warga Indonesia di Dharmasraya, Sumatera Barat, yang menyatakan dirinya ateis di Facebook dengan mengatakan “Tuhan tidak ada” ditangkap dan sekarang menghadapi ancaman hukuman penjara lima tahun, karena dinilai telah melakukan penghujatan terhadap agama.










Begini beritanya:


Seorang pria di Dharmasraya, Sumatera Barat, yang menyatakan ‘tidak ada Tuhan’ di Facebook menghadapi ancaman hukuman penjara lima tahun, menurut polisi setempat.


Kepala Polisi Resor Kabupaten Dharmasraya, Chairul Aziz, mengatakan pria bernama Alexander An yang saat ini tengah diamankan di Polres, akan diproses secara hukum karena pernyataan atheisme dan juga karena menyebabkan keresahan masyarakat.


“Dalam KUHP pasal 156 A disebutkan barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan dengan maksud agar orang tidak menganut agama apapun yang bersendikan Ketuhanan yang Maha Esa, menghadapi ancaman penjara selama-lamanya lima tahun,” kata Chairul kepada BBC Indonesia.


Alexander, yang saat ini berstatus calon pegawai negeri di pemerintahan daerah, hampir dikeroyok massa dan sempat dipukul saat tiba di tempat kerjanya Rabu (18/01), menurut Chairul. Ia kemudian diamankan ke kantor polisi.


Pernyataannya di jejaring sosial Facebook menyebutkan “Tuhan tidak ada” memicu banyak komentar.


Chairul Aziz juga mengatakan dalam interogasi dengan polisi, Alexander memang menekankan bahwa dia tidak mengakui adanya agama dan tidak mengakui adanya Tuhan. “Negara Indonesia bersendikan Pancasila. Kalau dia bilang tidak bertuhan, ini tentu bertentangan dengan dasar negara,” kata Chairul lagi.


Alexander sendiri menyatakan ia lahir sebagai Muslim namun kemudian menghentikan semua kegiatan agama tahun 2008.


*


Di sini saya tidak ingin membahas soal keagamaan, atau tentang keyakinan mana yang benar/salah atau baik/buruk, karena seperti yang berulang kali saya sampaikan, keyakinan kuat seseorang hanya bisa didapat lewat pencarian mendalam.


Saya pikir yang mdnjadi catatan adalah, simpel saja, yaitu bagaimana seseorang mengungkapkan sesuatu di tempat yang salah. Kenapa salah? Apa dia salah dengan ke-ateis-annya itu? Kalo soal itu sekali lagi nggak mau bahas. Dan bukan juga ingin membahas soal hak asasi manusia.


Masalahnya adalah, seseorang mengungkapkan suatu, yang rasanya sudah disadari sendiri oleh orang itu, pandangan yang bakal ditentang habis oleh orang yang mendengarnya. Yang lebih disayangkan lagi adalah, bahwa si pencetus pandangan itu seakan berharap bahwa orang-orang bakal tidak bereaksi berlebihan.


Jadi insiden ini kira-kira bisa dianalogikan seperth ini: Seseorang penggemar kopi pahit mengungkapkan kegemarannya itu di tengah-tengah sebuah masyarakat pecinta susu manis yang membenci kopi pahit dan mewajibkan anggota masyarakatnya untuk rutin minum susu. Si penggemar kopi itu dengan jelas misalnya berkata: Susu tidak enak, jangan minum susu! Kira-kira bagaimana reaksi masyarakat penggemar susu manis mendengar kata-kata seperti itu?


***


Jadi, kalau menginginkan sesuatu itu bisa diterima di negara yang katanya negara hukum dan menganut demokrasi, mau/tidak mau caranya adalah dengan mengubah dulu hukum positif yang ada, baru deh… Bagaimana caranya bisa mengubah hukum itu? Yaaa ikuti aturan main demokrasi. Paham kan maksudnya? Nggak.


Via: Kompas