Subscribe:

Pages

TANAH SURGA

SATIRE:




TANAH SURGA
Oleh : Heru Supanji


Lagu ini menggambarkan eksotisnya tanah air di mata bangsa Eropa saat menginjakan kaki di tanah Nusantara dimasa itu. Konon seorang tuan belanda yang baru turun dari kapal di abad ke 16 dan berjalan-jalan menyusuri ladang dikagetkan oleh seeokor ular yang melintas, reflek dia mengambil batu dan menyambit ular itu. Untuk memastikan ular itu benar-benar mati tuan Belanda memukul ular itu dengan sebatang tongkat dan menancapkan tongkat itu sebelum dia pergi.


Seminggu kemudian tuan itu melewati jalan itu lagi dan mendapati batu yang dia gunakan menyambit ular dan tongkat yang dia pakai memukul bertunas. Tuan itu berpikir, subur nian tanah ini! Dia tidak tahu kalau yang dia pakai menyambit adalah ubi jalar yang kering terjemur dan tongkat yang dia pakai adalah pohon singkong.


Koes Plus menggambarkan kisah itu dalam lagu sederhana:


Bukan lautan, hanya kolam susu
Kail dan jala cukup menghidupimu
Tiada badai tiada topan kau temui
Ikan dan udang datang menghampirimu
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman


Kita memang patut bersyukur dianugerahi tanah subur makmur dan kaya raya ini. Belum meninggalpun kita sudah berada di surga. Hanya di surga segalanya menjadi mungkin dan tidak ada yang mustahil. Karena memang Allah menyediakan surga bagi mahluknya yang taat beribadah dan tanpa pamrih.


Hanya di surga, yang membolehkan kita berpuasa 30 hari ketika bangsa lain termasuk negara-negara Arab berpuasa 29 hari. Memang indah hidup di surga, hari raya Idul Fitri saja sampai 2 hari.


Pantas bangsa lain berbondong-bondong memperebutkan tanah surga ini. Tanah surga yang salah urus. Konon untuk mengembalikan kesejahteraan rakyat yang hilang di tanah surga ini, sepertinya kita harus menghiba agar ada bangsa lain yang sudi menjajah lagi. Mungkinkah?


Puri Sunyi